BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Sejauh mana yang kita ketahui tentang sosialisasi terhadap setiap kebijakkan pembangunan ekonomi disuatu daerah tentunya merupakan suatu kebijakan yang penting untuk dilaksanakan dalam roda pemerintahan. Setiap derap langkah pembangunan ekonomi dilakukan disuatu daerah, seringkali tujuannya tidak dipahami dengan baik oleh masyarakat sebagai pihak yang merasakan hasil pembagunan ekonomi tersebut. Pemahaman yang kurang tepat terhadap sebuah kebijakan pembangunan ekonomi tentunya akan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap keberhasilan pelaksanaan kebijakkan pembangunan yang dilaksanakan. Untuk itu pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam sebuah pembangunan tentunya memiliki kewajiban untuk memahamkan apa yang diperbuat untuk kepentingan rakyat.
Sementara perikehidupan ekonomi maupun pemerintahan dalam flame otomi khusus yang baru dimulai ini, tentunya diperlukan adanya pola pikir yang sejiwa dengan kebijakan pemerintahan ini. Kewenangan yang telah diberikan kepada pemerintahan daerah dengan diikuti perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, diharapkan, pengelolaan dan penggunaan anggaran sesuai dengan prinsip “money follows function”.
Salah satu problema yang dihadapi oleh sebagian Daerah Kota di Indonesia dewasa ini adalah berkisar pada upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Problema ini muncul karena adanya kecenderungan berpikir dari sebagian kalangan birokrat di Daerah yang menganggap bahwa parameter utama yang menentukan kemandirian suatu Daerah di era Otonomi adalah terletak Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sumber pendapatan Daerah merupakan: Pendapatan Asli Daerah itu Sendiri, yang terdiri dari: Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, Lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah.
Dalam rangka mengoptimalisasikan Pendapatan Asli Daerah, Kota jayapura dijadikan sektor Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai sumber keuangan yang paling diandalkan. Sektor Pajak Daerah tersebut meliputi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C serta Retribusi Daerah yang terdiri: Retribusi Jasa Umum antara lain Pelayanan Kesehatan dan Pelayanan pada besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Realitas mengenai rendahnya PAD di sejumlah Daerah pada masa lalu, akhirnya mengkondisikan Daerah untuk tidak berdaya dan selalu bergantung pada bantuan pembiayaan atau subsidi dana dari Pemerintah Pusat. Rendahnya konstribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap pembiayaan Daerah, karena Daerah hanya diberikan kewenangan mobilisasi sumber dana retribusi yang mampu memenuhi hanya sekitar 20%- 30% dari total penerimaan untuk membiayai kebutuhan rutin dan pembangunan, sementara 70% 80% didrop dari pusat.
Selain karena persoalan kewenangan yang terbatas dalam memobilisasi sumber dana retribusi, juga terdapat persoalan yang bersifat teknis yuridis yaitu dalam bentuk regulasi yang dijadikan dasar hukum bagi Daerah untuk memungut Pendapatan Asli Daerah, baik yang bersumber dari Retribusi Daerah.
Beberapa faktor- faktor yang mempengaruhi Pemerintah Daerah Kota jayapura dalam menetapkan target penerimaan Retribusi Daerah. Faktor yang amat penting dan mempengaruhi Pemerintah Daerah Kota jayapura dalam menetapkan target pendapatan Retribusi Daerah di Kota jayapura adalah situasi dan kondisi perekonomian dan politik yang kondusif. Hal ini menjadi penting artinya karena kedua hal ini dapat dikatakan sebagai dua sisi mata uang dan dapat menentukan hitam- putihnya realisasi penerimaan.
Persoalan yang ada dilapangan secara umum menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sudah ada belum seluruhnya merupakan hasil maksimal dari penggalian pendapatan dari sumber yang sudah ada maupun belum tergalinya sumber-sumber potensial pendapatan yang ada di daerah tersebut. Permasalahan tersebut muncul karena kurang maksimalnya usaha yang bertujuan untuk mengembangkan potensi–potensi sumber PAD secara intensif oleh pemerintah daerah.
Untuk hal itu maka menjadi sangat strategis bagi daerah untuk memiliki penguasaan terhadap potensi PAD yang tidak sekedar potret PAD daerah saat berjalan namun lebih pada kebijakan yang akan berdampak pada peningkatan PAD.
Dimana Retribusi menjadi andalan utama Pemerintah Kota Jayapura untuk mengisi pendapatan daerah.
Merupakan sebagian kecil dari sumber pendapatan retribusi daerah yang dapat dikelola oleh Pemerintah di Kota Jayapura, terutama Dinas Pendapatan Daerah Kota Jayapura.
1.2. Perumusan Masalah
Berkenaan dengan fungsi peraturan Daerah yang berorientasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam menunjang pelaksanaan Otonomi Daerah di Kota jayapura, maka masalah yang akan dibahas dalam proposal ini adalah: Analisis Tingkat Penerimaan Retribusi Daerah di Kota Jayapura.
1.3. Persoalan Penelitian
1. Berapa besar Retribusi daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah terhadap total pendapatan asli daerah (PAD) di Kota Jayapura?
2. Berapa besar tingkat pencapaian, penerimaan Retribusi daerah di kota jayapura ?
3. Faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi penerimaan Retribusi daerah terhadap total pendapatan asli daerah di Kota Jayapura
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian sebagaimana permasalahan yang telah dikemukakan di atas adalah untuk:
1. Untuk mengetahui tingkat retribusi daerah sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah di Kota Jayapura setiap tahun.
2. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat pencapaian, penerimaan Retribusi Daerah di Kota Jayapura.
3. Untuk mengetahui Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerimaan Retribusi Daerah terhadap PAD di Kota Jayapura.
1.5. Manfaat Penulisan
Atas hasil penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
- Bagi Pemerintah
Memberikan masukan kepada Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset daerah di Kota Jayapura tentang pentingnya Tingkat Retribusi Daerah terhadap PAD di Kota Jayapura .
- Bagi Penulis
Sebagai masukan atau tambahan pengetahuan dan pengalaman mengenai cara peningkatan Retribusi terhadap PAD di Kota Jayapura.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi bagi peneliti-peneliti lain untuk meneliti masalah yang sama pada akan datang.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1. Retribusi Daerah
Retribusi daerah sebagaimana halnya pajak merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah yang diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Menurut Ahmad Yani (2002: 55) “Daerah provinsi, kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber daya keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenuhi criteria yang telah ditetapkan dan sesuia dengan aspirasi masyarakat”.
Menurut Marihot P. Siahaan (2005:6), “Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”. Jasa adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya, dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan, dengan demikian bila seseorang ingin menikmati jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah, ia harus membayar retribusi yang ditetapkan sesuia dengan ketentuan yang berlaku.
Ciri- ciri retribusi daerah:
1) Retribusi dipungut oleh pemerintah daerah
2) Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis
3) Adanya kontraprestasi yang secara langsung dapat ditunjuk
4) Retribusi dikenakan pada setiap orang/badan yang mengunakan/mengenyam jasa-jasa yang disiapkan negara
Menurut Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Departemen Keuangan-RI (2004:6), Kontribusi retribusi terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah Pemerintah kabupate/pemerintah kota yang relative tetap perlu mendapat perhatian serius bagi daerah. Karena secara teoritis terutama untuk kabupaten/kota retribusi seharusnya mempunyai peranan/kontribusi yang lebih besar terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Dalam Dwi Poernom (pengaturan pajak daerah dan retribusi daerah dalam rangka pemasukan terhadap pendapatan daerah, halaman 9 sampai 11, Tahun 2001). Dasar hukum: Undang-undang Nomor 18 Tahu 1997, tentang pajak daerah dan retribusi daerah dan Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan retribusi daerah diataur dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, antara lain :
1. Retribusi Daerah adalah : Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah yang berkepentingan orang pribadi atau badan.
2. Jasa adalah : Kegiatan pemerintah daerah berupa usaha atau pelayanan yang menyebabkan barang fasilitas atau kemanfaatan lainya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
3. Jasa Umum adalah : Jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan
4. Jasa Usaha adalah : Jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimasudkan untuk pembinaan, pengaturan pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
5. Wajib retribusi adalah : orang/ badan diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungutan atau pemotongan retribusi tersebut.
6. Masa retribusi adalah : suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari pemerintah daerah yang bersangkutan.
7. Surat Setoran Retribusi Daerah (SSRD) adalah : surat wajib retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran dan penyetoran yang terutang ke kas daerah.
8. Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) adalah : surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi.
9. Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD) adalah : surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa denda atau bunga.
2.1.1. Objek Retribusi Daerah
Yang menjadi objek dari retribusi daerah adalah bentuk jasa. Jasa yang dihasilkan terdiri dari:
a. Jasa umum, yaitu jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jasa umum meliputi pelayanan kesehatan, dan pelayanan persampahan. Jasa yang tidak termasuk jasa umum adalah jasa urusan umum pemerintah.
b. Jasa Usaha, yaitu jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh swasta. Jasa usaha antara lain meliputih penyewaan asset yang dimiliki/ dikuasai oleh pemerintah daerah, penyedian tempat penginapan, usaha bengkel kendaraan, tempat pencucian mobil, dan penjualan bibit.
c. Perizinan Tertentu, pada dasarnya pemberian izin oleh pemerintah tidak harus dipungut retribusi. Akan tetapi dalam melaksanakan fungsi tersebut, pemerintah daerah mungkin masih mengalami kekurangan biaya yang tidak selalu dapat dicukupi oleh sumber-sumber penerimaan daerah yang telah ditentukan sehingga perizinan tertentu masih dipunggut retribusi.
2.1.2. Jenis-jenis Retribusi Daerah
Retribusi daerah menurut UU No 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 34 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu:
a. Retribusi Jasa Umum, adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
Sesuai dengan Undang-undang No 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3 hurup a, retribusi jasa umum ditentukan berdasarkan criteria berikut ini:
1) Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau perizinan tertentu.
2) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaa asas desentralisasi.
3) Jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum.
4) Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi.
5) Retribusi tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya.
6) Retribusi tersebut dapat dipungut secara efektif dan efisiensi serta merupakan satu sumber pendapatan daerah yang potensial.
7) Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik.
Jenis-jenis retribusi jasa umum terdiri dari:
1) Retribusi Pelayanan Kesehatan
2) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil
4) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat
5) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum
6) Retribusi Pelayanan Pasar
7) Retribusi Pengujian kendaraan Bermotor
8) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
9) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
10) Retribusi Pengujian Kapal Perikanan
b. Retribusi Jasa Usaha, adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
Kriteria retribusi jasa usaha adalah:
1) Bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu
2) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogianya disediakan oleh sektor swasta, tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/ dikuasai oleh pemerintah daerah.
Jenis-jenis Retribusi Jasa Usaha terdiri dari:
1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
2) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan
3) Retribusi Tempat Pelelangan
4) Retribusi Terminal
5) Retribusi Tempat Khusus Parkir
6) Retribusi Tempat Penginapan/ Pesanggahan/ Villa
7) Retribusi Penyedot Khusus
8) Retribusi Rumah Potongan Hewan
9) Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal
10) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga
11) Retribusi Penyeberangan di Atas Air
12) Retribusi Pengolahan Limbah Cair
13) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
c. Retribusi Perizinan Tertentu, adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang. Penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Kriterian retribusi perizinan tertentu antara lain:
1. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi
2. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum
3. Biaya yang menjadi beban pemerintah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negative dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari perizinan tertentu.
Jenis-jenis Retribusi perizinan tertentu terdiri dari ;
1) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
2) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
3) Retribusi Izin Gangguan
4) Retribusi Izin Trayek
2.1.3. Sarana dan Tata Cara Pengumutan Retribusi Daerah
Pemungutan retribusi daerah tidak dapat diborongkan, artinya seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun, dalam pengertian ini tidak berarti bahwa pemerintah daerah tidak boleh bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi, pemerintah daerah dapat mengajak bekerja sama badan-badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis retribusi tertentu secara lebih efisien. Kegiatan pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan perhitungan besarnya retribusi yang terutang, pengawasan penyetoran retribusi, dan penagihan retribusi.
Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan. SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi. Dokumen lain yang dipersamakan antara lain, berupa karci masuk, kupon dan kartu langganan. Jika wajib retribusi tertentu tidak membayar retribusi tepat pada waktunya atau kurang membayar, ia dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar dua persen setiap bulan dari retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD).
STRD surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi daerah ditetapkan oleh kepala daerah.
Menurut Mahenrazulfan (Fungsi Retribusi dalam meningkatkan PAD, halaman 6, tahun 2010)
Pungutan retribusi langsung atau konsumen dalam praktekknya biasanya dikenakan karena satu atau lebih dari pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Apakah pelayanan tersebut merupakan barang-barang public atau privat,
mungkin pelayanan tersebut dapat disediakan kepada setiap orang.
mungkin pelayanan tersebut dapat disediakan kepada setiap orang.
2. Suatu jasa yang melibatkan suatu sumber daya yang langka atau mahal dan perlunya disiplin Masyarakat dalam mengkonsumsinya.
3. Ada beberapa jenis konsumsi yang dinikmati oleh individu bukan karena
kebutuhan pokok sehingga lebih merupakan pilihan dari pada keperluan.
kebutuhan pokok sehingga lebih merupakan pilihan dari pada keperluan.
4. Jasa-jasa dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan mencari keuntungan
disamping memuaskan kebutuhan-kebutuhan individual di kantor pos,
telepon seluruhnya digunakan secara luas oleh industri.
disamping memuaskan kebutuhan-kebutuhan individual di kantor pos,
telepon seluruhnya digunakan secara luas oleh industri.
Untuk tata cara pemungutannya retribusi tidak dapat diborongkan dan retribusi dipungut dengan menggunakan surat ketetapan retribusi daerah atau dokumen yang dipersamakan. Pelaksanaan penagihannya dapat dipaksakan, dalam hal wajib retribusi tertentu kepada mereka yang tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sangsi administrasi, berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan Surat Tagihan Retribusi daerah (STRD).
2.1.4. Perhitungan Retribusi Daerah
Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa. Dengan demikian, besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan tarif retribusi dan tingkat penggunaan jasa.
a. Tingkat Penggunaan Jasa
Tingkat Penggunaan Jasa dapat dinyatakan sebagai kuantitas penggunaan jasa sebagai dasar alokasi beban biaya yang dipikul daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan, misalnya beberapa kali masuk tempat rekreasi, berapa kali/berapa jam parker kendaraan, dan sebagainya.
Akan tetapi, ada pula penggunaan jasa yang tidak dapat dengan mudah diukur. Dalam hal ini tingkat penggunaan jasa mungkin perlu ditaksir berdasarkan rumus tertentu yang didasarkan atas luas tanah, luas lantai bangunan, jumlah tingkat bangunan, dan rencana penggunaan bangunan.
b. Tarif Retribusi Daerah
Tarif Retribusi Daerah adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi daerah yang terutang. Tarif dapat ditentukan seragam atau dapat diadakan perbedaan golongan tarif sesuai dengan sasaran dan tarif tertentu, misalnya perbedaan Retribusi Tempat Rekreasi antara anak dan dewasa.
Tarif retribusi ditinjau kembali secara berkala dengan memperhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi, hal ini dimasudkan untuk mengantisipasi perkembangan perekonomian daerah berkaitan dengan objek retribusi yang bersangkutan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 ditetapkan bahwa tarif retribusi ditinjau kembali paling lama lima tahun sekali.
c. Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi Daerah
Tarif retribusi daerah ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan memperhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif yang berbeda antar golongan retribusi daerah.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 21 dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Pasal 8-10 prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi daerah ditentukan sebagai berikut:
1) Tarif retribusi jasa umum ditetapkan berdasarkan kebijakan daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan.
2) Tarif retribusi jasa usaha ditetapkan berdasarkan pada tujuan utama untuk memperoleh keuntungan yang layak, yaitu keuntungan yang dapat dianggap memadai jika jasa yang bersangkutan diselenggarakan oleh swasta
3) Tarif retribusi perizinan tertentu ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan dilapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
Menurut Kesit Bambang Prakosa (2003:49-52) prinsip dasar untuk mengenakan retribusi biasanya didasarkan pada total cost dari pelayanan-pelayanan yang disediakan. Akan tetapi akibat adanya perbedaan-perbedaan tingkat pembiayaan mengakibatkan tarif retribusi tetap dibawah tingkat biaya (full cost) ada 4 alasan utama mengapa hal ini terjadi:
a) Apabila suatu pelayanan pada dasarnya merupakan suatu public good yang disediakan karena keuntungan kolektifnya, tetapi retribusi dikenakan untuk mendisiplinkan konsumsi. Misalnya retribusi air minum.
b) Apabila suatu pelayanan merupakan bagian dari swasta dan sebagian lagi merupakan good public. Misalnya tarif bis disubsidi guna mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum dibandingkan angkuatan swasta, guna mengurangi kemacetan.
c) Pelayanan seluruhnya merupakan privat good yang dapat disubsidi jika hal ini merupakan permintaan terbanyak dan penguasa enggan menghadapi masyarakat dengan full cost. Misalnya fasilitas rekreasi dari kolam renang.
d) Privat good yang dianggap sebagi kebutuhan dasar manusia dan group-group berpenghasilan rendah. Misalnya perumahan untuk tunawisma.
d. Cara Perhitungan Retribusi
Besarnya retribusi daerah yang harus dibayar oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa yang bersangkutan dihitung dari perkalian antara tarif dan tingkat penggunaan jasa dengan rumus sebagai berikut:
Retribusi Terutang = Tarif Retribusi x Tingkat Penggunaan Jasa |
2.1.5. Kriteria Efektivitas Retribusi Daerah
Untuk menilai tingkat keefektivitas dari pemungutan retribusi daerah ada beberapa kriteria yang dipenuhi yaitu:
a. Kecukupan dan Elastisitas
Elastisitas retribusi harus responsif kepada pertumbuhan penduduk dan pendapatan, selain itu juga tergantung pada ketersediaan modal untuk memenuhi pertumbuhan penduduk.
b. Keadilan
Dalam pemungutan retribusi daerah harus berdasarkan asas keadilan, yaitu disesuaikan dengan kemampuan dan manfaat yang diterima.
c. Kemampuan Administrasi
Dalam hal ini retribusi mudah ditaksir dan dipungut. Mudah ditasir karena pertanggungjawaban didasarkan atas tingkat konsumsi yang dapat diukur. Mudah dipungut sebab penduduk hanya mendapatkan apa yan mereka bayar, jika tidak dibayar maka pelayanan dihentikan.
2.1.6. Peraturan Pemerintah Tentang Retribusi Daerah
Peraturan yang memuat tentang retribusi daerah adalah Undang-Undang No 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, dalam peraturan-peraturan ini diatur hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan retribusi daerah. Seperti jenis-jenis retribusi daerah, tata cara dan sarana pemungutan retribusi, perhitungan besarnya retribusi terutang dan beberapa ketentuan lainnya.
2.2. Pendapatan Asli Daerah
2.2.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber –sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah. Pendapatan Asli Daerah merupakan tukang punggung pembiayaan daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD, semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan pemerintah daerah.
Pendapatan Asli Daerah hanya merupakan salah satu komponen sumber penerimaan keuangan negara disamping penerimaan lainnya berupa dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah juga sisa anggaran tahun sebelumnya dapat ditambahkan sebagai sumber pendanaan penyelenggaraan pemerintah di daerah. Keseluruhan bagian penerimaan tersebut setiap tahun tercermin dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai APBD, namun proporsi PAD terhadap total penerimaan tetap merupakan indikasi derajat kemadirian keuangan suatu pemerintah daerah.
Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan secara maksimal, namun tentu saja dalam koridor perundang-undangan yang berlaku khusunya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan didaerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah. Menurut DR.Mchfud Sidik,MSc, tuntutan penigkatan semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah itu sendiri. Dalam penggalian dan peningkatan pendapatan daerah itu sendiri banyak permasalahan yang ditemukan, hal ini dapat disebabkan oleh:
a. Perannya tergolong kecil dalam total penerimaan daerah sebagian besar penerimaan daerah masih berasal dari bantuan Pusat. Dari segi upaya pemungutan pajak, banyaknya bantuan dari subsidi ini mengurangi “usaha” daerah dalam pemungutan PAD-nya, dan lebih mengandalkan kemampuan “negosiasi” daerah terhadap Pusat untuk memperoleh tambahan bantuan.
b. Kemampuan administrasi pemungutan di derah yang masih rendah. Hal ini mengakibatkan bahwa pemungutan pajak cenderung dibebani oleh biaya pungut yang besar
c. Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah. Hal ini mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi daerah.
Menurut Undang-undang No. 33 Tahun 2004, “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.
Menurut Undang-undang No. 33 Tahun 2004 pasal 6, “ Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : 1). Pajak daerah, 2). Retribusi daerah, 3). Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4). Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah”.
Menurut Mardiasmo (2002: 132), “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah”.
Dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah pemerintah daerah dilarang:
a. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan
b. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan impor/ eksport.
2.2.2 . Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pengertian pendapatan asli daerah, Pendapatan Asli Daerah adalah salah satu sumber dari pendapatan daerah, yang dimaksud pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperole daerah dari sumber-sumber pendapatan dalam wilayanya sendiri. Pendapatan asli daerah tersebut dipungut berdasarkan peraturan daerah.
Menurut Mardiasmo (2002:132) dalam AMRI SIREGAR tentang (ANALISIS TINGKAT EFEKTIVITAS PAJAK DAN RETRIBUSI, halaman 34,38 dan 40. Tahun 2009)
Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Menurut Halim dan Nasir (2006:44), pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan daerah.
2.2.3. Jenis-jenis Pendapatan Asli Daerah
Klasifikasi PAD berdasarkan Permendagri Nomor 13/2006 adalah : Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut objek pendapatan sesuai dengan undang-undang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup bagian laba atas pernyataan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas pernyataan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN, dan bagian laba atas pernyataan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarat. Jenis-jenis lain PAD yang di sahkan disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termaksud dalam pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup hasil penjualan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan atau bentuk lain sebagai akibat dari penjualan atau pengadaan barang dan / atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan selisi dari nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi. Pendapatan hasil ekskusif atau jaminan, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari ansuran/ cicilan penjualan.
2.2.4. Keuangan Daerah
Menurut Menurut Mahenrazulfan (Fungsi Retribusi dalam meningkatkan PAD, halaman 8, tahun 2010)
Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan Daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan self supporting dalam bidang keuangan. Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan ini, Pamudji menegaskan:
“Pemerintah Daerah tidak akan dapa melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanp biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan… Dan keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar criteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan Daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri”.
Untuk dapat memiliki keuangan yang memadai dengan sendirinya Daerah membutuhkan sumber keuangan yang cukup pula. Dalam hal ini Daerah dapat memperolehnya melalui beberapa cara, yakni: Pertama : mengumpulkan dana dari Pajak Daerah yang sudah direstui oleh Pemerintah Pusat; Kedua : melakukan pinjaman dari pihak ketiga, pasar uang atau bank atau melalui Pemerintah Pusat; Ketiga : mengambil bagian dalam pendapatan pajak sentral yang dipungut Daerah, misalnya sekian persen dari pendapatan sentralnya tersebut; Keempat : menambahkan tarif pajak sentral tertentu, misalnya pajak kekayaan atau pajak pendapatan; Kelima : menerima bantuan atau subsidi dari pemerintah pusat.
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menjelaskan bahwa :
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Daerah sendiri, yang terdiri dari:
· Pajak Daerah
· Retribusi Daerah
· Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan;
2. Sumber PAD lainnya yang sah;
Dana perimbangan, yang terdiri dari :
· Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam
· Dana alokasi umum, yang dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan dalam negeri neto
· Dana alokasi khusus yang dialokasikan dari APBN
· Lain-lain pendapatan Daerah yang sah, misalnya hibah dan dana darurat.
Dari ketentuan tersebut di atas maka pendapatan Daerah dapat dibedakan kedalam dua jenis yaitu: Pendapatan Asli Daerah dan pendapatan non-asli Daerah.
Sumber pendapatan daerah yang penting lainnya adalah retribusi daerah. Pengertian retribusi secara umum adalah “pembayaran-pembayaran kepada Negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa–jasa negara”.
2.2.5. Hasil Perusahan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah Yang di Pisahkan
Menurut Halim (2004: 68), Hasil perusahaan milik daerah dan hasil kekayaan milik daerah yang dipisahkan menurut penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan.
Menurut Halim (2004: 68), jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut :
· Bagian laba perusahaan milik daerah
· Bagian laba lembaga keuangan milik Bank
· Bagian laba keuangan nonbank
· Bagian laba atas pernyertaan modal/invetasi
Sumber penerimaan PAD yang lainnya menduduki peranan penting setelah pajak dan retribusi daerah adalah bagian pemerintah daerah atas laba Badan Usaha Milik daerah (BUMD). Menurut Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 hasil perusahan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang di pisahkan.
BUMD merupakan badan usaha yang didirikan selurunya atau sebagian dengan modal daerah. Tujuan didirikan BUMD adalah dalam rangka menciptakan lapangan kerja atau mendorong pembangunan ekonomi daerah. Selain itu BUMD juga merupakan cara yang lebih efisiensi dalam melayani masyarakat, dan merupakan salah satu sumber penerimaan Negara. Bagian laba BUMD tersebut digunakan untuk membiayai pembanguanan daerah dan anggaran belanja daerah, setelah dikurangi dengan penyusutan, dan pengurangan lain yang wajar dalam BUMD.
BUMD sebenarnya juga merupakan salah satu potensi sumber keuangan bagi daerah yang perlu terus ditingkatan guna mendukung pelaksanaan otonomi daerah. Besarnya kontribusi laba BUMD dalam pendapatan asli daerah dapat menjadi indikator kuat dan lemahnya BUMD dalam suatu daerah.
2.2.6. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Menurut Halim (2004: 69), pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah.
Menurut Halim (2004: 69), jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut :
1) Hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan, 2) Penerimaan jasa giro, 3) penerimaan bunga deposit, 4) Denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, 5) penerimaan ganti rugi atas/kehilangan kekayaan daerah .
2.2.7. Pengelolaan Pendapatan Daerah beserta Implikasinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Daerah dalam struktur APBD masih merupakan elemen yang cukup penting Fungsinya baik untuk mendukung penyelenggaraan Pemerintahan maupun pemberian pelayanan kepada publik. Apabila dikaitkan dengan pembiayaan, maka pendapatan Daerah masih merupakan alternative pilihan utama dalam mendukung program dan kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan dan pelayanan public di kota/ kabupaten di Indonesia.
Formulasi kebijakan dalam mendukung pengelolaan anggaran pendapatan Daerah akan lebih difokuskan pada upaya untuk mobilisasi pendapatan asli Daerah, dana perimbangan dan penerimaan Daerah lainnya.
Kebijakan pendapatan Daerah Kota/ kabupaten di Indonesia tahun 2007- 2011 diperkirakan akan mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar kurang lebih 10 % dan pertumbuhan tersebut lebih disebabkan oleh adanya pertumbuhan pada komponen PAD dan komponen Dana Perimbangan.
2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis
1. Kewenangan Pemerintah Dalam Hal Pengendalian Sumber Pendapatan Asli Daerah
Pada Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 diatur pada Pasal 10 menyebutkan :
a) Kewenangan Daerah Kota jayapura mencakup semua kewenangan Pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan dalam Pasal 7 dan yang diatur dalam Pasal 9.
b) Bidang Pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kota jayapura meliputi Pekerjaan Umum, Kesehatan, Pendidikan dan Kebudayaan, Pertanian, Perhubungan, Industri dan Perdagangan, Penanaman Modal, Lingkungan Hidup, Pertanahan, Koperasi dan Tenaga Kerja.
Dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 hal tersebut secara rinci telah disebutkan pada Pasal 14 Ayat (1) kewenangan untuk Daerah Kota/kota meliputi 16 kewenangan dan pada Ayat (2) urusan Pemerintahan ada juga bersifat pilihan meliputi urusan Pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan Masyarakat sesuai dengan kondisi, keiklasasan dan potensi unggulan Daerah yang bersangkutan.
Memperhatikan kewenangan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diketahui bahwa terdapat sejumlah kewenangan dibidang Pemerintahan yang tidak diserahkan kepada Daerah, sehingga kewenangan tersebut tetap menjadi wewenang Pemerintah pusat dalam wujud Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tercantum pada Pasal 157. Sumber Pendapatan Daerah terdiri dari: Pendapatan Asli Daerah (PAD) meliputi: Hasil Retribusi Daerah.
Pemberlakuan jenis-jenis pajak ini tentunya disesuaikan dengan peraturan-Peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti UU No. 34/2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pada Undang undang ini lebih leluasa dalam menarik Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di wilayah yurisdiksinya, dengan mengeluarkan Peraturan Daerah, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai operasionalisasi dari Undang undang ini, Pemerintah juga telah mengeluarkan PP No. 66/2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Daerah, baik Pemerintah propinsi maupun di Pemerintah /Kota.
2. Fungsi
Dalam sebuah organisasi, sistem fungsi memegang fungsi penting untuk memastikan bahwa segala sesuatunya berjalan sesuai dengan mandat, visi, misi,tujuan serta target-target organisasi. Sistem fungsi memiliki dua tujuan utama yaitu akuntabilitas dan proses belajar.
Dari sisi akuntabilitas, sistem fungsi akan memastikan bahwa dana pembangunan digunakan sesuai dengan etika dan aturan hukum dalam rangka memenuhi rasa keadilan. Dari sisi proses belajar,sistem Fungsi akan memberikan informasi tentang dampak dari program atau intervensi yang dilakukan,sehingga pengambil keputusan dapat belajar tentang bagaimana menciptakan program yang lebih efektif.
Berdasarkan obyek Fungsi, dapat membagi Fungsi terhadap Pemerintah Kota jayapura menjadi tiga jenis,yaitu Fungsi terhadap:
- Produk hukum dan kebijakan Daerah
- Pelaksanaan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kota jayapura serta produk hukum dan kebijakan
- Keuangan Daerah
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini dapat dirumuskan dalam sebuah kerangka konseptual
1. Kerangka
Penerimaan Retribusi Daerah pemerintah Kota di Jayapura (X) |
Pendapatan Asi Daerah Pemerintah Kota di jayapura (Y) |
BAB III
METEDOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
3.1.1. Jenis Data
Dalam setiap kegiatan yang menyakut penelitian pastinya membutuhkan data-data yang berkaitan dengan apa yang diteliti. Dengan arti lain bahwa tanpa sebuah data kegiatan penelitian tidak akan berjalan dengan baik. Dalam hal ini juga masih banyak orang (peneliti) belum menyadari bahwa pentingnya pengidentifikasi data, sehingga akan berpengaruh pada hasil penelitian yang dilakukan nanti. Oleh sebab itu data dalam suatu kegiatan penelitian sangat di perlukan.
3.1.2. Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini :
a. Data kwantitatif yaitu data yang berupa pendekatan perpustakaan yang berhubungan dengan permasalahan yang di bahas
b. Data kwantitatif yaitu data yang menjelaskan permasalahan dengan memakai angka-angka dan table mengenai Analisis Tingkat Penerimaan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di kota Jayapura.
c. Data Internal yaitu Data yang diperoleh langsung dari Pimpinan Dispenda kota jayapura
d. Data Ekstenal yaitu data yang diperoleh dari Kantor Dispenda dan berupa dokumen-dokumen, dan literature yang berkaitan dengan kegiatan penelitian yang dilakukan.
3.2. Satuan Analisis dan Satuan Pengamatan
Yang menjadi satuan analisis adalah data Retribusi Tingkat Pendapatan Terhadap Kantor Dinas Pendapatan Asli Daerah dan yang menjadi satuan pengamatan adalah perusahaan dalam hal ini perusahaan yang dimaksud adalah Dinas Pendapatan Asli Daerah (DISPEMDA).
3.3. Metode Pengumpulan Data
Dalam Penelitian dan kajian akan dipergunakan Data Primer dan Data sekunder, yaitu:
· Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama dan pengamatan secara langsung serta wawancara mendalam (depth interview) dengan pihak-pihak terkait.
· Data sekunder.
Data yang diperoleh dari Kantor Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) dan telah diolah oleh pihak lain dan lebih lanjut dikaitkan, dengan pembahasan dalam penelitian.
3.4. Metode Analisis Data
Setelah data-data yang diperlukan sebagai bahan penulis terkumpul melalui pengumpulan data, kemudian data tersebut dengan menggunakan metode analisis deskritif kualitatif dengan pengelolaan data dalam bentuk distribusi frekwensi relative (presentase) yang selanjutnya dalam bentuk table.
3.5. Definisi Operasional Variabel
3.5.1. Retribusi Daerah
1. Pengertian Retribusi Daerah
Retribusi Daerah atau Retribusi adalah pungutan daerah adalah (otonom) sebagai pembayaran Atas Jasa atau pemberian Izin tertentu Yang KHUSUS disediakan sampai / atau diberikan Oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orangutan Pribadi atau badan .
2. Ciri-ciri
· Dipungut Oleh pemerintah daerah adalah, berdasarkan kekuatan diatur dalam peraturan perundang-Undangan.
· Dapat dipungut apabila ADA Jasa Yang disediakan Oleh pemerintah daerah adalah Dan dinikmati Oleh orangutan atau badan.
· Pihak Yang membayar retribusi daerah adalah mendapatkan Imbalan / balas Jasa secara Langsung Bahasa Dari pemerintah daerah adalah Atas pembayaran Yang dilakukannya.
3. Objek dan Golongan Retribusi
Objek Retribusi Adalah:
Ø Jasa UMUM;
Ø Jasa Usaha; Dan
Ø Perizinan Tertentu.
Artikel Baru demikian, retribusi digolongkan menjadi:
Ø Retribusi Jasa UMUM;
Ø Retribusi Jasa Usaha; Dan
Ø Retribusi Perizinan Tertentu.
4. Jenis-jenis Retribusi
Retribusi Jasa Umum
Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan Yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan Dan kemanfaatan UMUM Serta dapat dinikmati Oleh orangutan Pribadi atau Badan.
Jenis Retribusi Jasa Umum Adalah:
Ø Retribusi Pelayanan Kesehatan;
Ø Retribusi Pelayanan persampahan / Kebersihan Kota Bandung;
Ø Retribusi Penggantian Wesel Cetak Kartu Tanda Penduduk Dan Akta PT BUMI Sipil;
Ø Retribusi Pelayanan Pemakaman Dan Pengabuan Mayat;
Ø Retribusi Pelayanan PARKIR di Tepi Jalan UMUM;
Ø Retribusi Pelayanan Pasar;
Ø Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
Ø Retribusi Pemeriksaan Alat pemadam KEBAKARAN;
Ø Retribusi Penggantian Wesel Cetak PETA;
Ø Retribusi Penyediaan sampai / atau Penyedotan Kakus;
Ø Retribusi Pengolahan Dasar hukum: Regulations Cair;
Ø Retribusi Pelayanan Tera / Tera Ulang;
Ø Retribusi Pelayanan Pendidikan, Dan
Ø Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
Jenis Retribusi di atas dapat tidak dipungut apabila Potensi penerimaannya Kecil sampai / atau kebijakan pendidikan nasional Atas / daerah adalah untuk memberikan pelayanan nihil secara Cuma-Cuma.
Retribusi Jasa Usaha
Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan Yang disediakan Oleh Pemerintah Daerah Artikel Baru menganut Prinsip Komersial Yang meliputi:
Ø pelayanan Artikel Baru menggunakan / memanfaatkan kekayaan Daerah Yang belum dimanfaatkan secara optimal, sampai / atau
Ø Oleh Pemerintah Daerah pelayanan Sepanjang belum disediakan secara memadai Oleh pihak swasta.
JENIS Retribusi Jasa Usaha Adalah:
Ø Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
Ø Retribusi Pasar Grosir dan / atau Pertokoan;
Ø Retribusi TEMPAT Pelelangan;
Ø Retribusi Terminal;
Ø Retribusi TEMPAT KHUSUS PARKIR;
Ø Retribusi TEMPAT Penginapan / Pesanggrahan / Villa;
Ø Retribusi Rumah Potong Pada Hewan;
Ø Retribusi Pelayanan kepelabuhanan;
Ø Retribusi TEMPAT Rekreasi Dan OLAHRAGA;
Ø Retribusi Penyeberangan di Air; Dan
Ø Retribusi PENJUALAN Produksi Usaha Daerah.
Retribusi Perizinan Tertentu
Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu Oleh Pemerintah Daerah kepada orangutan Pribadi atau Badan Yang dimaksudkan untuk pengaturan Dan Pengawasan Atas usaha atau kegiatan Pemanfaatan RUANG, penggunaan Sumber Daya alam, Barang, prasarana, Sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan UMUM Dan menjaga kelestarian Lingkungan.
JENIS Retribusi Perizinan Tertentu Adalah:
Ø Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
Ø Retribusi Izin TEMPAT PENJUALAN Minuman beralkohol;
Ø Retribusi Izin Gangguan;
Ø Retribusi Izin trayek; Dan
Ø Retribusi Izin Usaha Perikanan.
Kriteria Retribusi
Selain JENIS-JENIS retribusi di Atas, pemerintah Pusat dapat pula berwenang menetapkan JENIS retribusi Lain melalui PERATURAN Pemerintah .
Kriteria retribusi adalah sebagai berikut:
Ø Retribusi Jasa UMUM:
1) Retribusi Jasa UMUM bersifat Bukan before Dan bersifat Bukan Retribusi Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu;
2) Jasa Yang bersangkutan merupakan kewenangan Daerah Dalam, Rangka pelaksanaan waktu desentralisasi;
3) Jasa nihil memberi MANFAAT KHUSUS Bagi orangutan Pribadi atau Badan Yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan Dan kemanfaatan UMUM;
4) Jasa nihil hanya diberikan kepada orangutan Pribadi atau Badan Yang membayar retribusi Artikel Baru memberikan keringanan * Bagi Yang masyarakat tidak mampu;
5) Retribusi tidak bertentangan Artikel Baru kebijakan pendidikan nasional mengenai penyelenggaraannya;
6) Retribusi dapat dipungut secara efektif Dan pengerjaannya efisien, Serta merupakan salat Satu Sumber pendapatan Daerah Yang potensial; Dan
7) pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan Jasa nihil Artikel Baru tingkat sampai / atau kualitas pelayanan Yang lebih BAIK.
Ø Retribusi Jasa Usaha:
1) Retribusi Jasa Usaha bersifat Bukan before Dan bersifat Bukan Retribusi Jasa UMUM atau Retribusi Perizinan Tertentu;
2) Jasa Yang bersangkutan adalah Jasa Yang bersifat Komersial Yang seyogyanya disediakan Oleh sektor perikanan swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya memiliki harta Yang dimiliki / dikuasai Daerah Yang belum dimanfaatkan secara Penuh Oleh Pemerintah Daerah.
Ø Retribusi Perizinan Tertentu:
1) perizinan nihil termasuk kewenangan pemerintahan Yang Diserahkan kepada Daerah Dalam, Rangka asas waktu desentralisasi;
2) perizinan nihil benar-benar diperlukan guna * Melindungi kepentingan UMUM; Dan
3) Wesel yang menjadi pendapatan daerah dalam, penyelenggaraan Izin nihil dan wesel untuk menanggulangi dampak negatif bahasa dari pemberian Izin nihil cukup besar sehingga layak dibiayai bahasa dari retribusi perizinan;
3.5.2. Pendapatan Asli Daerah
Definisi variabel intervening menurut Sugiyono (2006:41) adalah “variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variable independen dengan dependen. Variabel ini merupakan variabel penyela/antara yang terletak di antara variabel independen dan dependen, sehingga variable independen tidak langsung mempengaruhi berubahnya atau timbulnya variable dependen”. Dengan adanya perubahan pada variabel independen, maka variable dependen pun akan mengalami perubahan. Dalam penelitian ini, maka yang menjadi variabel intervening adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurut UU No. 33 Tahun 2004, definisi dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah “pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
3.5.3. Kemandirian Daerah / Variabel Dependen
Menurut Sugiyono (2006:40) menjelaskan tentang variabel dependen atau variabel terikat yaitu: “ variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas ”. Dalam penelitian ini, maka yang menjadi variabel dependen adalah kemandirian daerah.
Menurut Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik Yogyakarta (2004:28) menyatakan pengertian kemandirian daerah, yaitu : “ Kemandirian suatu daerah adalah bagaimana daerah tersebut mampu menjalankan fungsinya untuk menyejahterakan masyarakat daerahnya tanpa bergantung kepada daerah lain ”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar